Images

Lima Kaidah Umum Penulisan Karya Tulis


Yang dimaksudkan kaidah umum adalah pedoman yang diikuti dalam menuliskan karya tulis (termasuk TA) diluar substansi atau materi pembahasan serta tata urut penulisan, namun menyangkut aturan di luar itu, yaitu, penggunaan huruf, penggunaan angka dan lambang bilangan, penulisan kata, pemenggalan kata, dan penggunaan tanda baca. Dari kelima hal yang harus dipedomani tersebut yang dapat menentukan perubahan arti satu kalimat adalah, penggunaan tanda baca terutama tanda ‘koma’.

5.1.   Penggunaan Huruf

Ejaan bahasa Indonesia menggunakan aksara Latin, yang terdiri dari 26 huruf. Setiap huruf digunakan untuk melambangkan satu bunyi atau satu fonem, kecuali gabungan huruf kh, ng, ny, dan sy yang juga digunakan untuk melambangkan satu bunyi, serta huruf e yang digunakan untuk melambangkan dua buah bunyi. Sementara huruf q dan x hanya digunakan pada kata serapan tertentu.
Secara ortografi[1] kita kenal adanya empat macam huruf, yaitu (1) huruf kapital, (2) huruf biasa atau huruf kecil, (3) huruf miring, dan (4) huruf tebal (bold, fat).

5.1-1.   Penggunaan Huruf Kapital

Huruf kapital atau sering juga disebut huruf besar digunakan pada  :

(a)     huruf pertama kata awal kalimat. Misalnya,

ü  Pada satu proses                         
ü  Apa maksudnya ?
ü  Kita tidak tahu maksudnya

(b)     huruf pertama pada kata pertama pada petikan langsung atau kalimat langsung,

ü  Hakim bertanya,  “Nama Saudara siapa ?”
ü  Poltak berseru, "Diam kau!"
ü  Petugas polantas berkata, " Tolong tunjukkan SIM dan STNK!"

(c)     huruf pertama kata atau ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan, nama kitab suci, nama agama, termasuk kata gantinya.  Misalnya  :

ü  Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih; Quran, Weda, Islam, Kristen, Katolik.
ü  Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau ridhoi.
ü  Mohon ampunlah kepada-Nya.

(d)     huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama diri. Misalnya  :

ü  Mahaputera Yamin; Sultan Hasanudin; Haji Agus Salim; Imam Syafi'i; Nabi Muhammad.

Namun, kalau tidak diikuti nama diri, huruf kapital itu tidak digunakan. Misalnya,

ü  Tahun ini ia pergi naik haji.
ü  Beliau baru dinobatkan jadi sultan.
ü  Banyak orang mengaku nabi pada awal abad ke-21 ini.

(e)     huruf pertama unsur nama jabatan dan nama pangkat yang diikuti nama diri, atau yang digunakan sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Misalnya  :

ü  Wakil Presiden Budiono.               
ü  Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian.
ü  Gubernur DKI Jaya.                    
ü  Profesor Doktor Bejo Suyanto.
        
                                     Namun, kalau tidak diikuti nama diri, nama jabatan, nama orang, nama instansi atau nama tempat, huruf kapital itu tidak dipakai. Misalnya  :

ü  Siapa gubernur yang baru dilantik itu.
ü  Beberapa orang jenderal hadir di situ.
ü  Kemarin Letnan Jenderal Ahmad dilantik menjadi jenderal.

(f)      huruf pertama unsur-unsur nama orang. Contohnya  :
ü  Halim Perdana Kusuma.
ü  Wage Rudolf Supratman.                       
ü  Helvy Tiara Rosa.

         Namun, kalau nama orang itu digunakan sebagai nama benda, nama jenis, dan nama ukuran, maka huruf kapital tidak digunakan. Contohnya  :

ü  mesin diesel
ü  10 volt
ü  5 ampere

(g)     huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan nama bahasa. Contohnya  :

ü  bangsa Indonesia
ü  suku Batak                 
ü  bahasa Inggris
        
                                     Namun, kalau nama bangsa, nama suku bangsa dan nama bahasa itu digunakan sebagai bentuk dasar sebuah kata turunan, huruf kapital itu tidak digunakan. Contohnya  :

ü  mengindonesiakan kata asing         
ü  agak kejawa-jawaan              
ü  wanita yang kebelanda-belandaan

(h)     huruf pertama nama tahun, nama bulan, nama hari, nama hari raya, dan nama peristiwa sejarah. Contohnya  :

ü  tahun Hijriah
ü  bulan Agustus   
ü  hari Jumat         
ü  hari Natal
ü  Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 

(i)      huruf pertama nama geografi.  Contohnya  :

-  Asia Tenggara            -  Bukit Barisan
-  Gorontalo                   -  Danau Limboto     
-  Gunung Salak             -  Selat Sunda
-  Teluk Jakarta              -  Kali Brantas
        
                                     Namun, pada istilah geografi yang bukan merupakan nama diri, huruf kapital tidak digunakan. Contohnya  :

ü  berlayar ke teluk
ü  mandi di kali
ü  menyeberangi selat   
ü  menuju arah utara     

         Pada nama geografi yang dipakai sebagai nama jenis, huruf kapital juga tidak digunakan. Contohnya  :

-  garam inggris        -  gulajawa
-  salak bali              -  dodol garut
-  sate madura          -  pisang ambon

(j)      huruf pertama unsur-unsur nama negara, nama lembaga pemerintahan, dan nama dokumen resmi; kecuali kata seperti, dan, atau, ataupun kepada. Contoh :       

ü  Republik Indonesia     
ü  Majelis Permusyawaratan Rakyat
ü  Departeman Pendidikan Nasional
ü  Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 57, Tahun 1972      

         Namun, simak contoh berikut !    

ü  menurut undang-undang yang berlaku  
ü  menjadi sebuah negara republik 
ü  beberapa badan hukum        

(k)     huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama lembaga pemerintahan, dan dokumen resmi. Contoh :

ü  Undang-Undang Dasar 1945                   
ü  Perserikatan Bangsa-Bangsa  
ü  Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial
(1)     huruf pertama semua kata di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan; kecuali kata di, ke, dan, yang untuk; yang tidak terletak pada posisi awal. Contohnya :      

ü  Bukunya berjudul Membongkar Gurita Cikeas          
ü  Dia agen surat kabar Media Indonesia     
ü  Bacalah majalah Tempo minggu lalu

(m)    huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan. Contohnya :

ü  Dr.       doktor          
ü  M.A.     master of art
ü  Prof.    profesor      
ü  Tn.        tuan            
ü  Sdr.     saudara                                                

(n)     huruf pertama kata perkerabatan seperti bapak, ibu, kakak, saudara, dan adik yang dipakai sebagai kata ganti, kata sapaan, atau kata sebutan (pengacuan).  Contoh :

ü  "Kapan Bapak berangkat ?" tanya Hasan   
ü  Adik bertanya, "Itu apa, Bu ?"              
ü  "Silakan duduk, Kak " kata Adi
ü  Besok Paman akan datang

         Namun, bila kata perkerabatan dipakai sebagai istilah perkerabatan, huruf kapital tidak digunakan.

ü  Kita harus menghormati bapak dan ibu kita 
ü  Semua kakak dan adik saya sudah menikah 

(o)     huruf pertama kata ganti Anda.  Contoh :      

ü  Apakah Anda sudah berkeluarga ?    
ü  Surat Anda sudah kami terima  

5.1-2.   Penggunaan Huruf Kecil

Huruf kecil digunakan pada tempat yang tidak menggunakan huruf kapital.

5.1-3.   Penggunaan Huruf Miring

Huruf miring digunakan untuk  :   

(a)     menuliskan nama buku, nama majalah, dan nama surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Contoh :

ü  Bukunya berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang
ü  Setiap pagi dia membaca koran Kompas
ü  Majalah Bahasa dan Sastra terbitan Pusat Bahasa

(b)     menuliskan istilah ilmiah, dan kata atau ungkapan asing yang ejaannya belum disesuaikan. Contoh :

ü  Nama ilmiah nyamuk penyebab deman berdarah adalah aedes agypti
ü  Politik devide et empera pernah merajalela di negara kita
ü  Bailout pada Bank Century menjadi topik pembicaraan di DPR

(c)     menuliskan kata-kata yang dianggap belum baku. Contoh :

ü  Beliau memang nggak tahu
ü  Keadaan semakin semrawut
ü  Di sini kamu jangan berlaku neko-neko

(d)     menuliskan kata atau huruf yang dianggap penting dalam sebuah teks. Contoh :

Buatlah kalimat dengan kata apalagi dan kata lagi pula
Dalam bab ini tidak dibicarakan penulisan huruf kapital
Dia bukan menipu, melainkan ditipu

5.1-4.   Penggunaan Huruf Tebal (bold, fat)

Penggunaan huruf tebal belum atau tidak diatur dalam pedoman EYD (ejaan yang disempurnakan); tetapi tampaknya huruf tebal digunakan pada kata-kata yang dianggap penting. Dalam tulisan tangan atau ketikan manual kata-kata yang akan dicetak tebal diberi dua garis bawah.

5.3.    Penggunaan Angka dan Lambang Bilangan

Dalam sistem ejaan bahasa Indonesia dikenal adanya dua macam angka, yaitu angka Romawi dan angka Arab. Angka Romawi adalah I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, dan L (= 50 ), C (= 100 ), D (= 500 ), dan M (= 1.000 ). Angka Arab adalah 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Angka Romawi lebih banyak makan tempat daripada angka Arab. Misalnya untuk menuliskan angka 18, angka Romawinya adalah XVIII. Oleh karena itu, maka angka Romawi hanya digunakan untuk menyatakan nomor atau bilangan yang tidak banyak, seperti bab pada buku atau nomor jalan. Perhatikan contoh berikut  :
ü  buku Linguistik Umum, Bab VII 
ü  Jalan Taman Malaka Utara V No. 24
ü  Sultan Hamengkubuwono X

Angka Romawi dapat menyatakan bilangan bertingkat (ordinal) atau juga bilangan biasa (kardinal). Jadi, Hamengkubuwono X dapat dibaca Hamengkubowono kesepuluh, atau Hamengkubuwono sepuluh. Begitu juga juara III, dapat dibaca juara ketiga atau juga tiga.
Penggunaan angka arab, antara lain, adalah sebagai berikut.

(a)     Angka arab digunakan untuk menyatakan : (1) ukuran panjang, berat, luas, dan isi; (2) satuan waktu; (3) nilai uang; dan (4) kuantitas atau jumlah. Contoh :

5 cm (sentimeter)                  2 jam 30 menit
2 kg (kilogram)                     pukul 16.15
10 m2 (meter persegi)           tahun 2010

(b)     Angka arab digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, kamar pada alamat. Contoh :

ü  Jalan Taman Malaka Utara 5 No. 24 
ü  Hotel Indonesia, kamar 215

(c)     Angka arab digunakan untuk menomori bagian dari karangan dan ayat kitab suci. Contoh :          

ü  buku Linguistik Umum, Bab V, halaman 100
ü  Surah Yasin, ayat 9

(d)     Angka arab sebagai lambang bilangan yang mendapat akhiran -an ditulis sebagai berikut. Contoh :

ü  tahun 50-an                (tahun lima puluhan)   
ü  uang 500-an               (uang lima ribuan)
ü  lima uang 1.000-an      (lima uang seribuan)   

(e)     Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata, ditulis dengan huruf; kecuali bila beberapa lambang bilangan digunakan secara berurutan dalam satu kalimat. Contoh :

ü  Dia sudah dua kali tidak hadir
ü  Di sana ada dua ratus ekor sapi
ü  Di antara yang hadir ada 5 orang dari FDD?, 8 orang dari Golkar, 3 orang dari PPP, dan 3 orang dari PAN

 (f)     Lambang bilangan pada awal kalimat harus ditulis dengan huruf. Oleh karena itu, kalau perlu susunan kalimat harus diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
        
                                     Jadi harus :         

ü  Lima belas orang tewas terkubur longsor
ü  Bang Ali mengundang 250 orang tamu
        
                                     Bukan :

ü  15 orang tewas terkubur longsor
ü  Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Bang Ali

(g)     Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca. Contoh :

ü  Dana talangan Bank Century 6,7 triliun
ü  Pajak yang dikemplang pengusaha itu mencapai 850 miliar
ü  Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 200 juta orang

(h)     Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks, kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kwitansi. Misalnya :

ü  Anggota pansus yang hadir hanya tujuh belas orang
ü  Seluruh anggota DPR RI berjumlah 560 orang 

Bukan :
ü  Anggota pansus yang hadir hanya 17 (tujuh belas) orang
ü  Seluruh anggota DPR RI berjumlah 560 (lima ratus enam puluh) orang.

5.4.    Penulisn Kata Serapan

Kata-kata yang berasal dari bahasa asing (Inggris, Arab, Sanskerta, Cina, dsb) atau dari bahasa daerah (Jawa, Sunda, Bali, Batak, dsb) disebut kata serapan atau unsur serapan. Dewasa ini dapat dibedakan adanya kosakata serapan yang sudah menjadi bagian dari sistem kosakata bahasa (seperti badan, waktu, dongkrak, dan atret); dan kosakata serapan yang ejaannya dibentuk menurut pedoman penyesuaian ejaan (seperti kata riset, negosiasi, fiksi, dan konstruksi).
Penulisan kata serapan golongan pertama tidak bermasalah karena ejaan dan lafal sudah seperti sistem ejaan dan lafal bahasa Indonesia. Malah kata-kata itu sudah tidak dirasakan lagi sebagai berasal dari bahasa asing. Penulisan kata serapan golongan kedua sering menimbulkan masalah karena meskipun sudah ada pedomannya, tetapi masyarakat sering tidak mematuhi. Misalnya kata karier ditulis karir, kata trotoir ditulis trotoar, kata ekspres ditulis ekpres, dan kata kompleks ditulis komplek.
Untuk dapat menulis kata-kata serapan golongan kedua, tidak ada jalan bagi kita untuk melihatnya dalam kamus yang baik. Salah satu kamus yang terbaik dewasa ini adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Balai Pustaka.
Di samping itu, masih ada sejumlah kata asing yang digunakan dalam teks berbahasa Indonesia tetapi ejaannya masih asli menurut ejaan bahasa asing tersebut, seperti kata bailout, reshuffle, shuttle cock, dan illegal lodging, Kata-kata di dalam teks berbahasa Indonesia harus ditulis dengan huruf miring atau diberi garis bawah tunggal.
Begitu juga penulisan kata serapan dari bahasa daerah yang belum dianggap baku, harus ditulis dengan huruf miring. Dalam tulisan manual diberi garis bawah tunggal. Misalnya, kata-kata amburadul, semrawut, nggak, nyentrik, dan lebay.

5.5.    Penggunaan Tanda Baca

Dalam bahasa tulis, tanda baca ini sangat penting karena dengan adanya tanda baca itu kita akan terbantu untuk dapat memahami suatu tulisan. Dalam sistem ejaan dikenal adanya tanda baca titik (.), koma (,), titik koma (;), titik dua (:), tanda tanya (?), tanda seru (!), tanda petik ("......"), tanda hubung (-), tanda pisah (—), tanda kurung ([......]), tanda garis miring (/), dan tanda penyingkat ('). Bagaimana menggunakan tanda baca itu, dijelaskan di bawah.
5.5-1.    Penggunaan Tanda Titik ( . )

(a)     Tanda titik digunakan pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
         Misalnya :

ü  Ayahku mantan anggota DPR.
ü  KPK menahan Anggodo Widjoyo kemarin.
ü  Partai koalisi mulai retak.

(b)     Tanda titik digunakan untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
         Misalnya  :

ü  pukul 3.15.10 (pukul 3 lewat 15 menit 20 detik)

(c)     Tanda titik digunakan untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.
         Misalnya : 
                         
ü  5.35.20 jam (5 jam, 35 menit, 20 detik)    
ü  0.25.30 jam (25 menit, 30 detik)       
ü  0.0.30 jam (30 detik)

(d)     Tanda titik digunakan untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
         Misalnya :                                           

ü  Penduduk di desa itu ada 25.325 orang
ü  Harganya Rp 4.850.000,-
ü  Gempa di sana menelan 1.274 jiwa tewas

(e)     Tanda titik tidak digunakan untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
         Misalnya  :

ü  Dia lahir tahun 1951 di Surabaya       
ü  Nomor teleponnya adalah 8657712   
ü  Nomor pendaftarannya adalah 2657718       

(f)      Tanda titik tidak digunakan pada akhir judul berita, judul karangan, judul tabel, dan sebagainya.
         Misalnya  :

ü  Tabrakan Beruntun di Jalan Tol
ü  Habis Gelap Terbitlah Terang 
ü  Masalah Kawin Siri-di Indonesia

(g)     Tanda titik tidak digunakan di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat; dan (2) nama dan alamat penerima surat.
         Misalnya  :                            

ü  Jalan Taman Malaka Utara 5                  
Jakarta Timur
ü  25 Februari 2010

5.5-2.    Penggunaan Tanda Koma ( , )

Tanda baca koma ( , ) digunakan dengan aturan sebagai berikut :

(a)     digunakan di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
         Misalnya  :

ü  Yang hadir anggota fraksi Golkar, fraksi PDIP, fraksi PKS, dan fraksi Demokrasi
ü  Yang salah jawaban nomor 8, 9, 12, 13, dan 15

(b)     digunakan untuk memisahkan bagian kalimat setara yang satu dari bagian kalimat setara lainnya yang didahului oleh konjungsi seperti tetapi dan melainkan.
         Misalnya :

ü  Saya ingin hadir, tetapi tidak diundang
ü  Yang menyusahkan rakyat bukan hanya penjahat, melainkan juga pejabat        

(c)     digunakan untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat bila anak kalimat itu mendahului induk kalimat.
         Misalnya :

ü  Karena sakit, dia tidak jadi datang     
ü  Kalau diundang, saya tentu datang    

Catatan  :        
         Kalau anak kalimat berada di belakang induk kalimat, maka tanda koma itu tidak digunakan.
Misalnya  :                                         

ü  Dia tidak jadi datang karena sakit  
ü  Saya tentu datang kalau diundang

(d)     digunakan di belakang kata atau ungkapan penghubung antar-kalimat yang terdapat pada awal kalimat seperti jadi, oleh karena itu, akan tetapi, maka dan sebagainya.
         Misalnya  :

ü  Jadi, utangmu semua menjadi 10 juta rupiah
ü  Oleh karena itu, kita harus selalu waspada
ü  Akan tetapi, saya masih akan mencoba lagi tahun depan

(e)     digunakan di belakang kata seruan seperti oh, nah, aduh, ya, alangkah, dan kasihan di dalam sebuah kalimat.
         Misalnya  :

ü  Oh, begitu ?
ü  Wah, bukan main besarnya!
ü  Hati-hati, ya, nanti jatuh

(f)      digunakan untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
         Misalnya  :                       

ü  Kata ibu, "Saya senang sekali."   
ü  "Saya gembira sekali", kata bapak, "karena terpilih jadi anggota DPR."

(g)     digunakan di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, nama keluarga atau marga.
         Misalnya  :     

ü  Dr. Ahmad Dimyati, S.H  
ü  Ny. Komala Sari, MA.
ü  Abdul Aziz, M. Hum.

(h)     digunakan di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
         Misalnya  :  
ü  12,5 Cm     
ü  Rp 1.255,25

(i)      digunakan untuk mengapit keterangan tambahan (aposisi) yang sifatnya tidak membatasi.
         Misalnya  :           

ü  Ruhut Sitompul, anggota pansus dari partai Demokrat, sering membuat ulah
ü  Sukarno, presiden pertama RI, dimakamkan di Blitar
ü  Banyak anggota DPR, dari fraksi mana pun, disinyalir sering bolos dari sidang

(j)   dapat digunakan untuk menghindari salah baca dan salah paham di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
         Misalnya  :

ü  Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang sungguh-sungguh
ü  Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan banyak terima kasih
ü  Menurut keterangan bapak, Iskandar adalah anggota DPRD yang baru dilantik

(k)     tidak digunakan untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringnya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
         Misalnya  :                                             

ü  "Saudara bekerja di mana?" tanya ayah     
ü  "Ayo kita serang !" teriaknya keras-keras       

5.5-3.    Penggunaan Tanda Koma ( ; )

Tanda titik koma dapat digunakan untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Misalnya  :

ü  Malam semakin larut; pekerjaan belum selesai juga; aku jadi bingung
ü  Ayah membaca koran di ruang tamu; ibu sibuk di dapur; adik mengerjakan PR; saya sendiri asyik menonton televisi

Catatan :             

Jika kita lihat contoh di atas, sebenarnya tanda titik koma itu bisa diganti dengan tanda koma.

5.5-2.    Penggunaan Tanda Titik Dua ( : )

Tanda titik dua dapat digunakan :

(a)     pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian.

         Misalnya  :

ü  Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari
ü  Hanya ada dua pilihan bagi pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati

Namun, bila rangkaian kata itu merupakan pelengkap (objek) yang mengakhiri pernyataan, tanda titik dua itu tidak perlu digunakan.

ü  Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari
ü  Fakultas ini memiliki jurusan pendidikan anak terbelakang dan anak usia dini

(b)     sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
         Misalnya  :

Ketua                   :   Abdul Aziz
Sekretaris             :   Ny. Sarbini
Bendahara            :   Ny. Waluyo
Tempat sidang      :   Gedung A, ruang 208
dst.



Daftar Kepustakaan

1.      Chaer, Abdul, Drs. (2010); Bahasa Jurnalistik, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.

2.      Kusmana, Suherli, Prof, Dr, MPd, H (2010); Mernacang Karya Tulis Ilmiah, Remaja Rosdakarya Offset, Bandung.

3.      Tri Kurnia Nurhayati; Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Eksa Media, Jakarta, 2003.

 Internet

1.   http://id.wikipedia.org/wiki/Ortografi


[1]]      Ortografi (bahasa Yunani: ρθός orthós "benar"; γράφειν gráphein "menulis") adalah sistem ejaan suatu bahasa atau gambaran bunyi bahasa yang berupa tulisan atau lambang. Ortografi antara lain meliputi masalah ejaan, kapitalisasi, pemenggalan kata, serta tanda baca.