Yang dimaksudkan kaidah umum
adalah pedoman yang diikuti dalam menuliskan karya tulis (termasuk TA) diluar
substansi atau materi pembahasan serta tata urut penulisan, namun menyangkut
aturan di luar itu, yaitu, penggunaan huruf, penggunaan angka dan lambang
bilangan, penulisan kata, pemenggalan kata, dan penggunaan tanda baca. Dari
kelima hal yang harus dipedomani tersebut yang dapat menentukan perubahan arti
satu kalimat adalah, penggunaan tanda baca terutama tanda ‘koma’.
5.1. Penggunaan Huruf
Ejaan bahasa
Indonesia menggunakan aksara Latin, yang terdiri dari 26 huruf. Setiap huruf
digunakan untuk melambangkan satu bunyi atau satu fonem, kecuali gabungan huruf
kh, ng, ny, dan sy yang juga digunakan untuk melambangkan satu bunyi, serta huruf e yang digunakan untuk melambangkan
dua buah bunyi. Sementara huruf q dan
x hanya digunakan pada kata serapan
tertentu.
Secara
ortografi[1]
kita kenal adanya empat macam huruf, yaitu (1) huruf kapital, (2) huruf biasa atau
huruf kecil, (3) huruf miring, dan (4) huruf tebal (bold, fat).
5.1-1. Penggunaan Huruf Kapital
Huruf kapital atau sering juga disebut huruf besar
digunakan pada :
(a)
huruf
pertama kata awal kalimat. Misalnya,
ü
Pada satu proses
ü
Apa maksudnya ?
ü
Kita tidak tahu maksudnya
(b) huruf
pertama pada kata pertama pada petikan langsung atau kalimat langsung,
ü
Hakim bertanya, “Nama Saudara siapa ?”
ü
Poltak berseru, "Diam kau!"
ü
Petugas polantas berkata, " Tolong tunjukkan SIM dan STNK!"
(c) huruf pertama kata atau ungkapan yang
berhubungan dengan nama Tuhan, nama kitab suci, nama agama, termasuk kata
gantinya. Misalnya :
ü
Allah, Yang Mahakuasa, Yang Maha Pengasih; Quran, Weda, Islam, Kristen,
Katolik.
ü
Bimbinglah hamba-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau ridhoi.
ü
Mohon ampunlah kepada-Nya.
(d) huruf
pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama diri.
Misalnya :
ü
Mahaputera Yamin; Sultan Hasanudin; Haji Agus Salim; Imam Syafi'i; Nabi
Muhammad.
Namun,
kalau tidak diikuti nama diri,
huruf kapital itu tidak digunakan. Misalnya,
ü
Tahun ini ia pergi naik haji.
ü
Beliau baru dinobatkan jadi sultan.
ü
Banyak orang mengaku nabi pada awal abad ke-21 ini.
(e) huruf pertama unsur nama jabatan dan nama
pangkat yang diikuti nama diri, atau yang digunakan sebagai pengganti nama
orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Misalnya :
ü
Wakil Presiden Budiono.
ü
Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian.
ü
Gubernur DKI Jaya.
ü
Profesor Doktor Bejo Suyanto.
Namun, kalau tidak diikuti nama diri, nama
jabatan, nama orang, nama instansi atau nama tempat, huruf kapital itu tidak
dipakai. Misalnya :
ü
Siapa gubernur yang baru dilantik itu.
ü
Beberapa orang jenderal hadir di situ.
ü
Kemarin Letnan Jenderal Ahmad dilantik menjadi jenderal.
(f) huruf pertama unsur-unsur nama orang. Contohnya :
ü
Halim Perdana Kusuma.
ü
Wage Rudolf Supratman.
ü
Helvy Tiara Rosa.
Namun,
kalau nama orang itu digunakan sebagai nama benda, nama jenis, dan nama ukuran,
maka huruf kapital tidak digunakan. Contohnya
:
ü
mesin diesel
ü
10 volt
ü
5 ampere
(g) huruf
pertama nama bangsa, suku bangsa, dan nama bahasa. Contohnya :
ü
bangsa Indonesia
ü
suku Batak
ü
bahasa Inggris
Namun, kalau nama bangsa, nama
suku bangsa dan nama bahasa itu digunakan sebagai bentuk dasar sebuah kata
turunan, huruf kapital itu tidak digunakan. Contohnya :
ü
mengindonesiakan kata asing
ü
agak kejawa-jawaan
ü
wanita yang kebelanda-belandaan
(h) huruf
pertama nama tahun, nama bulan, nama hari, nama hari raya, dan nama peristiwa
sejarah. Contohnya :
ü
tahun Hijriah
ü
bulan Agustus
ü
hari Jumat
ü
hari Natal
ü
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
(i)
huruf pertama nama geografi. Contohnya
:
-
Asia Tenggara - Bukit Barisan
-
Gorontalo - Danau
Limboto
-
Gunung Salak - Selat
Sunda
-
Teluk Jakarta - Kali
Brantas
Namun, pada istilah geografi
yang bukan merupakan nama diri, huruf kapital tidak digunakan. Contohnya :
ü
berlayar ke teluk
ü
mandi di kali
ü
menyeberangi selat
ü
menuju arah utara
Pada
nama geografi yang dipakai sebagai nama jenis, huruf kapital juga tidak
digunakan. Contohnya :
- garam
inggris - gulajawa
- salak bali -
dodol garut
- sate
madura - pisang ambon
(j)
huruf pertama unsur-unsur nama
negara, nama lembaga pemerintahan, dan nama dokumen resmi; kecuali kata seperti,
dan, atau, ataupun kepada. Contoh :
ü
Republik Indonesia
ü
Majelis Permusyawaratan Rakyat
ü
Departeman Pendidikan Nasional
ü
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 57, Tahun 1972
Namun,
simak contoh berikut !
ü
menurut undang-undang yang
berlaku
ü
menjadi sebuah negara republik
ü
beberapa badan hukum
(k) huruf pertama
setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama lembaga
pemerintahan, dan dokumen resmi. Contoh :
ü
Undang-Undang Dasar 1945
ü
Perserikatan Bangsa-Bangsa
ü
Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial
(1)
huruf pertama semua kata di
dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan; kecuali kata di, ke, dan, yang untuk; yang tidak
terletak pada posisi awal. Contohnya :
ü
Bukunya berjudul Membongkar Gurita
Cikeas
ü
Dia agen surat kabar Media
Indonesia
ü
Bacalah majalah Tempo minggu
lalu
(m) huruf pertama
unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan. Contohnya :
ü
Dr. → doktor
ü
M.A. → master of art
ü
Prof. → profesor
ü
Tn. → tuan
ü
Sdr. → saudara
(n) huruf
pertama kata perkerabatan seperti bapak,
ibu, kakak, saudara, dan adik yang
dipakai sebagai kata ganti, kata sapaan, atau kata sebutan (pengacuan). Contoh :
ü
"Kapan Bapak berangkat ?" tanya Hasan
ü
Adik bertanya, "Itu apa, Bu ?"
ü
"Silakan duduk, Kak " kata Adi
ü
Besok Paman akan datang
Namun, bila
kata perkerabatan dipakai sebagai istilah perkerabatan, huruf kapital tidak
digunakan.
ü
Kita harus menghormati bapak dan
ibu kita
ü
Semua kakak dan adik saya sudah menikah
(o) huruf
pertama kata ganti Anda. Contoh :
ü
Apakah Anda sudah berkeluarga ?
ü
Surat Anda sudah kami terima
5.1-2. Penggunaan Huruf Kecil
Huruf
kecil digunakan pada tempat yang tidak menggunakan huruf kapital.
5.1-3. Penggunaan Huruf Miring
Huruf
miring digunakan untuk :
(a) menuliskan
nama buku, nama majalah, dan nama surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Contoh
:
ü
Bukunya berjudul Habis Gelap Terbitlah Terang
ü
Setiap pagi dia membaca koran Kompas
ü
Majalah Bahasa dan Sastra terbitan
Pusat Bahasa
(b) menuliskan
istilah ilmiah, dan kata atau ungkapan asing yang ejaannya belum disesuaikan.
Contoh :
ü
Nama ilmiah nyamuk penyebab deman berdarah adalah aedes agypti
ü
Politik devide et empera pernah
merajalela di negara kita
ü
Bailout pada Bank Century menjadi topik pembicaraan di DPR
(c) menuliskan
kata-kata yang dianggap belum baku. Contoh :
ü
Beliau
memang nggak tahu
ü
Keadaan semakin semrawut
ü
Di sini kamu jangan berlaku neko-neko
(d) menuliskan
kata atau huruf yang dianggap penting dalam sebuah teks. Contoh :
Buatlah
kalimat dengan kata apalagi dan
kata lagi pula
Dalam
bab ini tidak dibicarakan
penulisan huruf kapital
Dia
bukan menipu, melainkan ditipu
5.1-4. Penggunaan Huruf Tebal (bold, fat)
Penggunaan
huruf tebal belum atau tidak diatur dalam pedoman EYD (ejaan yang
disempurnakan); tetapi tampaknya huruf tebal digunakan pada kata-kata yang
dianggap penting. Dalam tulisan tangan atau ketikan manual kata-kata yang akan
dicetak tebal diberi dua garis bawah.
5.3. Penggunaan Angka dan Lambang Bilangan
Dalam
sistem ejaan bahasa Indonesia dikenal adanya dua macam angka, yaitu angka
Romawi dan angka Arab. Angka Romawi adalah I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII,
IX, X, dan L (= 50 ), C (= 100 ), D (= 500 ), dan M (= 1.000 ). Angka Arab
adalah 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Angka Romawi lebih banyak makan tempat
daripada angka Arab. Misalnya untuk menuliskan angka 18, angka Romawinya adalah
XVIII. Oleh karena itu, maka angka Romawi hanya digunakan untuk menyatakan
nomor atau bilangan yang tidak banyak, seperti bab pada buku atau nomor jalan. Perhatikan
contoh berikut :
ü
buku Linguistik Umum, Bab
VII
ü
Jalan Taman Malaka Utara V No. 24
ü
Sultan Hamengkubuwono X
Angka Romawi
dapat menyatakan bilangan bertingkat (ordinal) atau juga bilangan biasa
(kardinal). Jadi, Hamengkubuwono X dapat
dibaca Hamengkubowono kesepuluh, atau Hamengkubuwono
sepuluh. Begitu juga juara III, dapat
dibaca juara ketiga atau juga tiga.
Penggunaan
angka arab, antara lain, adalah sebagai berikut.
(a) Angka arab
digunakan untuk menyatakan : (1) ukuran panjang, berat, luas, dan isi; (2)
satuan waktu; (3) nilai uang; dan (4) kuantitas atau jumlah. Contoh :
5 cm (sentimeter) 2
jam 30 menit
2 kg (kilogram)
pukul 16.15
10 m2 (meter persegi) tahun 2010
(b) Angka arab
digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, kamar pada alamat.
Contoh :
ü
Jalan Taman Malaka Utara 5 No. 24
ü
Hotel Indonesia, kamar 215
(c) Angka arab
digunakan untuk menomori bagian dari karangan dan ayat kitab suci. Contoh :
ü
buku Linguistik Umum, Bab
V, halaman 100
ü
Surah Yasin, ayat 9
(d) Angka
arab sebagai lambang bilangan yang mendapat akhiran -an ditulis sebagai berikut. Contoh :
ü
tahun 50-an (tahun lima puluhan)
ü
uang 500-an (uang lima ribuan)
ü
lima uang 1.000-an (lima uang
seribuan)
(e) Lambang
bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata, ditulis dengan huruf;
kecuali bila beberapa lambang bilangan digunakan secara berurutan dalam satu
kalimat. Contoh :
ü
Dia sudah dua kali tidak hadir
ü
Di sana ada dua ratus ekor sapi
ü
Di antara yang hadir ada 5 orang dari FDD?, 8 orang dari Golkar, 3 orang
dari PPP, dan 3 orang dari PAN
(f) Lambang
bilangan pada awal kalimat harus ditulis dengan huruf. Oleh karena itu, kalau
perlu susunan kalimat harus diubah sehingga bilangan yang tidak dapat
dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
Jadi harus :
ü
Lima belas orang tewas terkubur longsor
ü
Bang Ali mengundang 250 orang tamu
Bukan :
ü
15 orang tewas terkubur longsor
ü
Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Bang Ali
(g) Angka yang
menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah
dibaca. Contoh :
ü Dana talangan Bank Century 6,7
triliun
ü
Pajak yang dikemplang pengusaha itu mencapai 850 miliar
ü
Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 200 juta orang
(h) Bilangan
tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks, kecuali di
dalam dokumen resmi seperti akta dan kwitansi. Misalnya :
ü
Anggota pansus yang hadir hanya tujuh belas orang
ü
Seluruh anggota DPR RI berjumlah 560 orang
Bukan
:
ü
Anggota pansus yang hadir hanya 17 (tujuh belas) orang
ü Seluruh anggota DPR RI
berjumlah 560 (lima ratus enam puluh) orang.
5.4. Penulisn Kata Serapan
Kata-kata
yang berasal dari bahasa asing (Inggris, Arab, Sanskerta, Cina, dsb) atau dari
bahasa daerah (Jawa, Sunda, Bali, Batak, dsb) disebut kata serapan atau unsur
serapan. Dewasa ini dapat dibedakan adanya kosakata serapan yang sudah menjadi
bagian dari sistem kosakata bahasa (seperti badan, waktu, dongkrak, dan atret); dan kosakata serapan yang ejaannya
dibentuk menurut pedoman penyesuaian ejaan (seperti kata riset, negosiasi, fiksi, dan
konstruksi).
Penulisan
kata serapan golongan pertama tidak bermasalah karena ejaan dan lafal sudah
seperti sistem ejaan dan lafal bahasa Indonesia. Malah kata-kata itu sudah
tidak dirasakan lagi sebagai berasal dari bahasa asing. Penulisan kata serapan
golongan kedua sering menimbulkan masalah karena meskipun sudah ada pedomannya,
tetapi masyarakat sering tidak mematuhi. Misalnya kata karier ditulis karir, kata trotoir ditulis trotoar, kata ekspres ditulis ekpres, dan kata kompleks ditulis komplek.
Untuk
dapat menulis kata-kata serapan golongan kedua, tidak ada jalan bagi kita untuk
melihatnya dalam kamus yang baik. Salah satu kamus yang terbaik dewasa ini
adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia yang
diterbitkan oleh Balai Pustaka.
Di
samping itu, masih ada sejumlah kata asing yang digunakan dalam teks berbahasa
Indonesia tetapi ejaannya masih asli menurut ejaan bahasa asing tersebut,
seperti kata bailout, reshuffle,
shuttle cock, dan illegal lodging, Kata-kata di dalam teks berbahasa Indonesia harus ditulis
dengan huruf miring atau diberi garis bawah tunggal.
Begitu
juga penulisan kata serapan dari bahasa daerah yang belum dianggap baku, harus
ditulis dengan huruf miring. Dalam tulisan manual diberi garis bawah tunggal.
Misalnya, kata-kata amburadul, semrawut,
nggak, nyentrik, dan lebay.
5.5. Penggunaan Tanda Baca
Dalam bahasa
tulis, tanda baca ini sangat penting karena dengan adanya tanda baca itu kita
akan terbantu untuk dapat memahami suatu tulisan. Dalam sistem ejaan dikenal
adanya tanda baca titik (.), koma (,), titik koma (;), titik dua (:), tanda
tanya (?), tanda seru (!), tanda petik
("......"), tanda hubung (-), tanda pisah (—), tanda kurung
([......]), tanda garis miring (/), dan tanda penyingkat ('). Bagaimana
menggunakan tanda baca itu, dijelaskan di bawah.
5.5-1. Penggunaan Tanda Titik ( . )
(a) Tanda titik
digunakan pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya :
ü
Ayahku mantan anggota DPR.
ü
KPK menahan Anggodo Widjoyo kemarin.
ü
Partai koalisi mulai retak.
(b) Tanda titik
digunakan untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
Misalnya :
ü
pukul 3.15.10 (pukul 3 lewat 15 menit 20 detik)
(c) Tanda
titik digunakan untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan
jangka waktu.
Misalnya
:
ü
5.35.20 jam (5 jam, 35 menit, 20 detik)
ü
0.25.30 jam (25 menit, 30 detik)
ü
0.0.30 jam (30 detik)
(d) Tanda titik
digunakan untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya
:
ü
Penduduk di desa itu ada 25.325 orang
ü
Harganya Rp 4.850.000,-
ü
Gempa di sana menelan 1.274 jiwa tewas
(e) Tanda titik tidak digunakan untuk memisahkan
bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Misalnya :
ü
Dia lahir tahun 1951 di Surabaya
ü
Nomor teleponnya adalah 8657712
ü
Nomor pendaftarannya adalah 2657718
(f) Tanda titik
tidak digunakan pada akhir judul
berita, judul karangan, judul tabel, dan sebagainya.
Misalnya :
ü
Tabrakan Beruntun di Jalan Tol
ü
Habis Gelap Terbitlah Terang
ü
Masalah Kawin Siri-di Indonesia
(g) Tanda titik tidak digunakan di belakang (1) alamat
pengirim dan tanggal surat; dan (2) nama dan alamat penerima surat.
Misalnya :
ü
Jalan Taman Malaka Utara 5
Jakarta Timur
Jakarta Timur
ü
25 Februari 2010
5.5-2. Penggunaan Tanda Koma ( , )
Tanda
baca koma ( , ) digunakan dengan aturan sebagai berikut :
(a) digunakan
di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya :
ü
Yang hadir anggota fraksi Golkar, fraksi PDIP, fraksi PKS, dan fraksi
Demokrasi
ü
Yang salah jawaban nomor 8, 9, 12, 13, dan 15
(b) digunakan
untuk memisahkan bagian kalimat setara yang satu dari bagian kalimat setara
lainnya yang didahului oleh konjungsi seperti tetapi dan melainkan.
Misalnya :
ü
Saya ingin hadir, tetapi tidak diundang
ü
Yang menyusahkan rakyat bukan hanya penjahat, melainkan juga pejabat
(c) digunakan
untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat bila anak kalimat itu
mendahului induk kalimat.
Misalnya :
ü
Karena sakit, dia tidak jadi datang
ü Kalau diundang, saya tentu
datang
Catatan :
Kalau anak
kalimat berada di belakang induk kalimat, maka tanda koma itu tidak digunakan.
Misalnya :
ü
Dia tidak jadi datang karena sakit
ü
Saya tentu datang kalau diundang
(d) digunakan di
belakang kata atau ungkapan penghubung antar-kalimat yang terdapat pada awal
kalimat seperti jadi, oleh karena itu,
akan tetapi, maka dan sebagainya.
Misalnya :
ü
Jadi, utangmu semua menjadi 10 juta rupiah
ü
Oleh karena itu, kita harus selalu waspada
ü
Akan tetapi, saya masih akan mencoba lagi tahun
depan
(e) digunakan di
belakang kata seruan seperti oh, nah,
aduh, ya, alangkah, dan kasihan
di dalam sebuah kalimat.
Misalnya :
ü
Oh, begitu ?
ü
Wah, bukan main besarnya!
ü
Hati-hati, ya, nanti jatuh
(f)
digunakan untuk memisahkan
petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
Misalnya :
ü
Kata ibu, "Saya senang sekali."
ü
"Saya gembira sekali", kata bapak, "karena terpilih jadi
anggota DPR."
(g) digunakan di
antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari
singkatan nama diri, nama keluarga atau marga.
Misalnya :
ü
Dr. Ahmad Dimyati, S.H
ü
Ny. Komala Sari, MA.
ü
Abdul Aziz, M. Hum.
(h) digunakan di
muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan
angka.
Misalnya :
ü
12,5 Cm
ü
Rp 1.255,25
(i) digunakan
untuk mengapit keterangan tambahan (aposisi) yang sifatnya tidak membatasi.
Misalnya :
ü
Ruhut Sitompul, anggota pansus dari partai Demokrat, sering membuat ulah
ü
Sukarno, presiden pertama RI, dimakamkan di Blitar
ü
Banyak anggota DPR, dari fraksi mana pun, disinyalir sering bolos dari
sidang
(j) dapat
digunakan untuk menghindari salah baca dan salah paham di belakang keterangan
yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya :
ü
Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang sungguh-sungguh
ü
Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan banyak terima kasih
ü
Menurut keterangan bapak, Iskandar adalah anggota DPRD yang baru dilantik
(k) tidak digunakan untuk memisahkan petikan
langsung dari bagian lain yang mengiringnya dalam kalimat jika petikan langsung
itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Misalnya :
ü
"Saudara bekerja di mana?" tanya ayah
ü
"Ayo
kita serang !" teriaknya keras-keras
5.5-3. Penggunaan Tanda Koma ( ; )
Tanda
titik koma dapat digunakan untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis
dan setara.
Misalnya :
ü
Malam semakin larut; pekerjaan belum selesai juga; aku jadi bingung
ü
Ayah membaca koran di ruang tamu; ibu sibuk di dapur; adik mengerjakan PR;
saya sendiri asyik menonton televisi
Catatan
:
Jika
kita lihat contoh di atas, sebenarnya tanda titik koma itu bisa diganti dengan
tanda koma.
5.5-2. Penggunaan Tanda Titik Dua ( : )
Tanda
titik dua dapat digunakan :
(a) pada akhir
suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnya :
ü Kita sekarang memerlukan
perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari
ü Hanya ada dua pilihan bagi
pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati
Namun,
bila rangkaian kata itu merupakan pelengkap (objek) yang mengakhiri pernyataan,
tanda titik dua itu tidak perlu digunakan.
ü
Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari
ü
Fakultas ini memiliki jurusan pendidikan anak terbelakang dan anak usia
dini
(b) sesudah kata
atau ungkapan yang memerlukan pemerian.
Misalnya :
Ketua : Abdul
Aziz
Sekretaris :
Ny.
Sarbini
Bendahara : Ny. Waluyo
Tempat sidang : Gedung A, ruang 208
dst.
Daftar
Kepustakaan
1.
Chaer,
Abdul, Drs. (2010); Bahasa Jurnalistik, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
2.
Kusmana,
Suherli, Prof, Dr, MPd, H (2010); Mernacang Karya Tulis Ilmiah, Remaja
Rosdakarya Offset, Bandung.
3.
Tri
Kurnia Nurhayati; Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Eksa Media, Jakarta, 2003.
1. http://id.wikipedia.org/wiki/Ortografi
[1]]
Ortografi (bahasa Yunani: ὀρθός orthós "benar"; γράφειν
gráphein "menulis") adalah sistem ejaan suatu bahasa atau
gambaran bunyi bahasa yang berupa tulisan atau lambang. Ortografi antara lain meliputi masalah ejaan,
kapitalisasi, pemenggalan kata, serta tanda baca.