1.1 Latar Belakang
Seperti yang dikatakan
A. Teeuw (1980:12), puisi sebagai sebuah karya seni, dapat dikaji dari berbagai
aspek yang terdapat di dalamnya. Puisi dapat dikaji melalui struktur dan
unsur-unsur pembentuknya, mengingat puisi itu adalah struktur yang tersusun
dari berbagai macam unsur dan sarana-sarana kepuitisan. Sepanjang zaman, puisi
selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Hal ini mengingat hakikatnya
sebagai karya seni yang di dalamnya selalu terjadi ketegangan antara konvensi
dan pembaruan (inovasi).
Puisi
merupakan karya sastra yang kompleks, maka untuk memahaminya diperlukan analisis agar
dapat diketahui bagian-bagian serta jalinannya secara nyata. Untuk menganalisis
puisi dengan tepat, perlu diketahui wujud sebenarnya dari puisi tersebut.
Menurut Rene Wellek (1968:150), puisi adalah sebab yang memungkinkan timbulnya
pengalaman. Oleh karena itu, puisi harus dimengerti sebagai struktur
norma-norma. Norma itu harus dipahamai secara implisit untuk menarik setiap
pengalaman individu karya sastra dan bersama-sama merupakan karya sastra yang
murni sebagai keseluruhan.
Puisi bersifat inspiratif dan mewakili makna yang tersirat
dari ungkapan batin seorang penyair. Setiap kata atau kalimat dalam puisi
secara tidak langsung memiliki makna yang abstrak dan memberikan imaji kepada
pembaca, serta memberi bentuk suatu bayangan khayalan bagi pembaca. Hal
tersebut membuat makna puisi begitu kompleks.
Strukturalisme genetik
lahir dari seorang sosiolog Perancis, Lucien Goldmann. Kemunculannya
disebabkan, adanya ketidakpuasan terhadap pendekatan strukturalisme, yang
kajiannya hanya menitikberatkan pada unsur-unsur instrinsik tanpa memperhatikan
unsur-unsur ekstrinsik karya sastra, sehingga karya sastra dianggap lepas dari
konteks sosialnya.
Strukturalisme genetik mencoba untuk memperbaiki
kelemahan pendekatan Strukturalisme, yaitu dengan memasukkan faktor genetik di
dalam memahami karya sastra. Strukturalisme Genetik sering juga disebut
strukturalisme historis, yang menganggap karya sastra khas dianalisis dari segi
historis. Goldmann bermaksud menjembatani jurang pemisah antara pendekatan
strukturalisme (intrinsik) dan pendekatan sosiologi (ekstrinsik).
Dari sudut pandang sosiologi sastra,
strukturalisme genetik memiliki arti penting, karena menempatkan karya sastra
sebagai data dasar penelitian, memandangnya sebagai suatu sistem makna yang
berlapis-lapis yang merupakan suatu totalitas yang tak dapat dipisah-pisahkan
(Damono, 1979:42). Hakikatnya karya sastra selalu berkaitan dengan masyarakat
dan sejarah yang turut mengkondisikan penciptaan karya sastra, walaupun tidak
sepenuhnya di bawah pengaruh faktor luar tersebut. Menurut Goldmann, struktur
itu bukanlah sesuatu yang statis, melainkan merupakan produk dari proses
sejarah yang terus berlangsung, proses strukturasi dan destrukturasi yang hidup
dan dihayati oleh masyarakat asal karya sastra yang bersangkutan (Faruk,
1999b:12). Goldmann percaya pada adanya homologi antara struktur karya sastra
dengan struktur masyarakat sebab keduanya merupakan produk di aktivitas
strukturasi yang sama (Faruk, 1999b:15).
Pada perkembangannya strukturalisme genetik juga
dipengaruhi oleh ilmu seorang marxis, yaitu George Lukacs. Menurut Goldmann
strukturalisme genetik memandang struktur karya sastra sebagi produk dari
struktur kategoris dari pemikiran kelompok sosial tertentu (Faruk, 1999a:12). Kelompok
sosial itu mula-mula diartikan sebagai kelompok sosial dalam pengertian marxis
(Faruk, 1999a:13-14).
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai
puisi Derai-Derai Cemara dan Datang Dara Hilang Dara karya Chairil
Anwar.
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah:
- Analisis
puisi Derai-Derai Cemara karya Chairil Anwar berdasarkan
Strukturalisme Genetik.
- Analisis
puisi Datang Dara, Hilang Dara karya
Chairil Anwar berdasarkan strukturalisme genetik.
BAB II
ANALISIS PUISI
2.1 Analisis Puisi Derai-Derai
Cemara Karya Chairil Anwar
DERAI
DERAI CEMARA
Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
1949
Cemara menderai sampai jauh
terasa hari akan jadi malam
ada beberapa dahan di tingkap merapuh
dipukul angin yang terpendam
Aku sekarang orangnya bisa tahan
sudah berapa waktu bukan kanak lagi
tapi dulu memang ada suatu bahan
yang bukan dasar perhitungan kini
Hidup hanya menunda kekalahan
tambah terasing dari cinta sekolah rendah
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan
sebelum pada akhirnya kita menyerah
1949
Dalam
hal ini, analisis puisi Derai-Derai Cemara berdasarkan strukturalisme genetik dapat dilakukan:
a) Struktur
Secara Keseluruhan
Dalam puisi Derai-Derai
Cemara jika diapresiasi secara keseluruhan maka puisi ini dapat digolongkan sebagai puisi narasi atau
diafan dengan kata-kata sederhana namun memiliki simbol, gaya bahasa, dan
sarana yang
puitis.
Bait
I berisi
tentang keadaan dan suasana senja kemudian ada pohon cemara yang tertiup angin
hingga beberapa dahan yang rapuh, jatuh.
Bait
II berisi
tentang penjelasan bahwa si “Aku” telah dewasa dan bukan kanak-kanak lagi
karena ia sudah kuat dan bisa bertahan dalam kehidupan. Namun dalam bait ini,
si Aku merasa ada sesuatu yang dilupakannya dahulu hingga kini ia
menyesalinya.(larik 3 dan 4).
Bait
III berisi
tentang kesimpulan bahwa hidup menunda kekalahan jika seseorang tidak pernah
menginjak sekolahan. Dan karena ketidaktahuannya itu, ia tidak dapat mengatakan
apa yang sebenarnya ingin ia katakan sampai akhir hidupnya.
. Ada hal-hal yang tak dapat dipecahkan atau diketahui, hingga
ditunjukkannya dalam larik 8 “yang bukan dasar perhitungan kini”.
Secara keseluruhan,
puisi ini membentuk suasana kedalaman dan
kematangan dari
kehidupan si penyair. Semuanya mengarah pada sebuah kepasrahan pada kehendak
pencipta-Nya mnegenai kematian.
Pandangan secara
keseluruhan bait dapat disimpulkan bahwa penyair hadir sebagai Aku lirik dalam
puisi ini.
b) Genetik
Puisi
Bagian
ini akan membahas puisi secara genetik. Siapakah Chairil Anwar? Kapankah
puisinya diciptakan? Seperti yang diketahui bahwa Chairil Anwar merupakan
satrawan angkatan ’45. Puisi-puisinya merupakan peletak dasar puisi bergenre
baru dalam kesusastraan Indonesia.
Puisi ini diciptakan pada tahun 1949.
Puisi ini merupakan puisi yang kental dan tak terurai. Kemudian harus pula
dipahami bagaimana kehidupan seseorang yang ketika masa kecil ia tidak belajar
dengan sungguh-sungguh.
Pada puisi ini, akan terbayang seorang
anak-anak dengan sifatnya yang polos dan lugu. Tapi
secara keseluruhan, bukanlah anak-anak yang ada
dibenak kita. “Bukan kanak” ditunjang dengan kata-kata pendukungnya,
menunjukkan sikap kedewasaan
Pengimajian dan
perlambangan pada puisi ini tampak pada kata yang dapat dijadikan kata Homologi
yaitu cemara yang dahan dan pucuknya
selalu mengikuti kemana arah angin berhembus.
Inti dari puisi tersebut
adalah bahwa penyesalan dalam hidup jika kita tidak belajar dari kecil.
Penyesalan di sini adalah penyesalan karena perbuatan sia-sia yang dilakukannya
dahulu membuat ia tidak pandai dalam menjalani kehidupan, sehingga untuk
mengatakan sesuatu saja ia sulit untuk membuktikan kebenaran perkataannya
karena tidak mempunyai ilmu. Oleh karena itu ia selalu menjadi orang yang
selalu kalah karena ketidaktahuannya.
Akhirnya dapat
disimpulkan bahwa,
- Sebagai
manusia harus menggunakan masa kecilnya untuk belajar dengan baik
- Akan
timbul penyesalan kepada orang yang tidak memiliki ilmu pengetahuan dalam
dirinya
- Orang yang tidak mempunyai ilmu akan menyesal sampai akhir hayatnya.
2.2 Analisis Puisi Datang
Dara, Hilang Dara Karya Chairil Anwar
Datang
Dara, Hilang Dara
“Dara, dara yang sendiri
Berani mengembara
Mencari di pantai senja,
Dara, ayo pulang saja, dara!”
“Dara, dara yang sendiri
Berani mengembara
Mencari di pantai senja,
Dara, ayo pulang saja, dara!”
“Tidak, aku tidak mau!
Biar angin malam menderu
Menyapu pasir, menyapu gelombang
Dan sejenak pula halus menyisir rambutku
Aku mengembara sampai menemu.”
“Dara, rambutku lepas terurai
Apa yang kaucari.
Di laut dingin di asing pantai
Dara, Pulang! Pulang!”
“Tidak, aku tidak mau!
Biar aku berlagu, laut dingin juga berlagu
Padaku sampai ke kalbu
Turut serta bintang-bintang, turut serta bayu,
Bernyanyi dara dengan kebebasan lugu.”
“Dara, dara, anak berani
Awan hitam mendung mau datang menutup
Nanti semua gelap, kau hilang jalan
Ayo pulang, pulang, pulang.”
“Heeyaa! Lihat aku menari di muka laut
Aku jadi elang sekarang, membelah-belah gelombang
Ketika senja pasang, ketika pantai hilang
Aku melenggang, ke kiri ke kanan
Ke kiri, ke kanan, aku melenggang.”
“Dengarkanlah, laut mau mengamuk
Ayo pulang! Pulang dara,
Lihat, gelombang membuas berkejaran
Ayo pulang! Ayo pulang.”
“Gelombang tak mau menelan aku
Aku sendiri getaran yang jadikan gelombang,
Kedahsyatan air pasang, ketenangan air tenang
Atap kepalaku hilang di bawah busah & lumut.”
Aku sendiri getaran yang jadikan gelombang,
Kedahsyatan air pasang, ketenangan air tenang
Atap kepalaku hilang di bawah busah & lumut.”
“Dara, di mana kau, dara
Mana, mana lagumu?
Mana, mana kekaburan ramping tubuhmu?
Mana, mana daraku berani?
Malam kelam mencat hitam bintang-bintang
Tidak ada sinar, laut tidak ada cahaya
Di pantai, di senja tidak ada dara
Tidak ada dara, tidak ada, tidak -
a) Struktur
Secara Keseluruhan
Bait I berisi mengenai seorang Dara yang sendiri berani
mencari di pantai ketika senja.
Bait II berisi mengenai Dara yang tidak ingin pulang sampai ia
bertemu dengan apa yang dicarinya.
Bait III berisi tentang seseorang yang lain mengajak Dara
pulang. Namun ajakannya ditolak oleh Dara. Dara dibujuk dengan mengatakan laut
akan dihantam badai dan mengajak dara pulang agar nanti tidak tersesat.
Bait IV berisi menceritakan
penolakan Dara dan
ia be bernyanyi bersama laut, bintang dan angin.
Bait V berisi bahwa Dara diperingati bahwa hari akan segera
malam dan Dara akan kehilangan jalan. Dara kembali lagi disuruh pulang.
Bait VI berisi bahwa Dara tidak sudah menjadi elang yang bebas melenggang kiri dan kanan.
Bait VII berisi tentang larangan ke laut karena air
laut sebentar lagi akan tinggi ombaknya, Dara disuruh pulang lagi.
Bait VIII berisi bahwa Dara semakin menantang
perkataan orang yang menyuruhnya pulang dengan mengatakan bahwa dia adalah
getaran yang menjadikan gelombang.
Bait IX berisi seseorang yang mempertanyakan keberadaan Dara
yang telah hilang.
Bait X berisi keadaan kelam dan tidak ditemukannya Dara
dimanapun.
- Genetik Puisi
Seperti yang diketahui bahwa Chairil Anwar merupakan satrawan angkatan
’45. Puisi-puisinya merupakan peletak dasar puisi bergenre baru dalam
kesusastraan Indonesia.
Sajak Datang Dara, Hilang Dara merupakan sajak terjemahan Chairil
Anwar yang begitu mempesona. Memang, berbeda penerjemah yang penyair dalam
menerjemahkan sebuah puisi dengan seorang penerjemah biasa. Bisa dilihat
kekuatan diksi yang digunakan oleh Chairil dalam menerjemahkan karya Hsu Chih
Mo, yang berjudul A Song of The Sea.
Dalam
puisi Datang Dara, Hilang Dara karya Chairil Anwar,
menceritakan seorang Dara yang tak mau pulang (ketika disuruh pulang) dan ingin
mencari kehidupannya sendiri. Si Dara ingi bebas dalam menjalani kehidupannya
dna ingin merasaka segala rasa yang akan ia rasakan sendiri dalam hidupnya. Pada
akhirnya si Dara telah
hilang bersama laut yang diartikan sebagai seseorang yang menunggu kematian
seorang diri dan tiada seorangpun yang akan membantu.
Inti
dari puisi ini adalah nashat yang bersifat filosofis. Seseorang harus mampu
mempergunakan pemikirannya agar tidak terjerumus dalam hal-hal yang dapat
merugikan dirinya sendiri.
Akhirnya,
dapat disimpulkan bahwa,
1.
Jika
ingin mencapai sesuatu, namun tidak
mengindahkan nasihat atau perkataan orang lain maka akan terjerumus kedalam
sesuatu yang tidak terduga dan menyesal kemudiannya.
2.
Seseorang
yang tidak menurut dan selalu mngikuti kehendaknya sendiri akan menyesal dan
menunggu kematiannya dengan sia-sia dan tidak mendapatkan apa yang inginkan
dalam hidupnya.
3.
Dalam pencarian
akan hakikat kebebasan itu, manusia hendaknya tidak melupakan batasan-batasan
yang ada, sehingga tidak terjerumus oleh kebebasan yang diluar batas yang
justru akan merugikan diri sendiri.
4.
Manusia seringkali
tidak peduli terhadap nasihat-nasihat orang-orang di sekitarnya yang peduli
kepadanya dan tetap menuruti hawa nafsunya hingga akhirnya binasa oleh egonya.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dalam
mengapresiasi puisi metode yang
dapat dilakukan bermacam-macam. Teori strukturalisme genetik ialah sebuah teori yang
menjelaskan struktur dan asal muasal struktur tersebut dengan memperhatikan
relevansi konsep homologi, kelas sosial yang dimaksud Goldman adalah kelas yang
mempertahankan relevansi struktur.
Pada
puisi Derai-Derai Cemara karya
Chairil Anwar, mengajak pembaca memberi arti kehidupan bahwa jangan
menyia-nyiakan waktu yang diberi Tuhan sejak dahulu. Gunakanlah waktu untuk
belajar agar tidak menunggu kekalahan atau penyesalan saat telah dewasa bahkan
hinga menunggu mati, penyesalan akan ketidaktahuannya itu masih terus
membayanginya.
Pada
puisi Datang Dara, Hilang Dara, secara keseluruhan memberi makna bahwa tidak ada yang sempurna di dunia.
Gunakanlah waktu dalam hidup untuk mengejar impian dengan tidak mengabaikan
nasihat dari orang lain. ketidakpedulian
terhadap nasihat-nasihat orang-orang di sekitarnya yang peduli kepadanya dan
tetap menuruti hawa nafsu
akan membuat binasa dirinya sendiri.
Daftar Pustaka
Anwar, Chairil. 2000. Derai-Derai Cemara. Jakarta: Yayasan
Indonesia.
Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Media Pressindo
Pradopo, Rachmad Djoko. 1990. Pengkajian Puisi.
Yogyakarta. Gajah Mada University Press
Teeuw, A. 1987. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka
Jaya.
Wellek, Rene & Austin Warren. 1956, 1962. Theory of Literature. New York: A
Harvest Books
2 Comment:
Postingannya bermanfaat sekali untuk menambah referensi tugas saya d jogja
Trims
Tulisan anda menambah referensi kami dalam membuat konsep untuk kami paparkan dalam buku kami. Terimakasih
Posting Komentar